Iklan

Zainuddin Yasin
Kamis 15 2025, Mei 15, 2025 WIB
Last Updated 2025-05-15T02:14:13Z

Krama Desa Adat Kubutambahan Tuntut Pengangkatan Penghulu Sesuai Awig-Awig 1990: "Adat Adalah Jangkar Jati Diri"

Advertisement



KUBUTAMBAHAN, KABARNETIZENS.COM

 Krama Desa Adat Kubutambahan menggelar aksi penyampaian aspirasi yang tegas dan damai, menuntut segera dilaksanakannya pengangkatan Penghulu Desa Adat sesuai Awig-Awig Tahun 1990.





Ungkapan ini disampaikan di Bale Banjar Adat Kubu Anyar, Desa Kubutambahan, dan dihadiri penuh semangat oleh para krama adat dari berbagai komponen desa sebelum menghadiri paruman Desa linggih di Pura Bale Agung Desa Adat Kubutambahan, Selasa, (13/5/2025).




Dipimpin Jro Klian Ketut Ngurah Mahkota, didampingi Jro Klian Gede Sutarma, Jro Gede Suardana, dan Nyoman Jendrika, perwakilan krama adat menegaskan bahwa tuntutan ini bukan sekadar formalitas, melainkan panggilan moral demi menjaga tatanan adat yang telah diwariskan secara turun-temurun.




“Ini adalah gerakan moral masyarakat adat. Kami tidak menuntut apa pun kecuali agar aturan yang sah, yakni Awig-Awig 1990, dijalankan secara konsisten dan bermartabat,” ujar Ngurah Mahkota.




Tuntutan ini diperkuat oleh arahan dari Penghulu Desa Prawayah, Ketut Surawan, serta surat resmi dari Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Buleleng yang meminta percepatan pengangkatan Penghulu. Semua pihak sepakat bahwa pengangkatan pemimpin adat harus dilakukan sesuai aturan adat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok.


Dalam aksi damai ini, Krama Desa Adat Kubutambahan mengajukan tiga poin tuntutan utama:


1. Penghulu harus dipilih dan diangkat berdasarkan Awig-Awig 1990.


2. Penghulu wajib mengayomi seluruh komponen krama desa tanpa diskriminasi.


3. Pengangkatan harus diakui dan disahkan oleh Majelis Desa Adat Provinsi Bali.





Selain itu, mereka menuntut pelaksanaan Peruman Desa untuk menyusun Perarem, dengan melibatkan Krama Desa Linggih, Latan, dan Sampingan, serta pembentukan Panitia Pengangkatan Penghulu secara transparan dan inklusif.



“Adat bukan sekadar tradisi. Ia adalah sistem nilai, etika, dan jati diri kita. Kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi? Dan kalau bukan sekarang, kapan lagi?”




Mahkota menekankan bahwa keberlangsungan adat tidak boleh dikorbankan demi kepentingan sesaat. Ia mengajak seluruh masyarakat untuk melihat adat sebagai warisan bernilai tinggi yang harus diteruskan kepada generasi mendatang.




“Wariskanlah kepada anak cucu kita bukan hanya tanah dan harta, tetapi juga nilai, kebijaksanaan, dan kehormatan, termasuk menjaga Awig-Awig," tegas Ngurah Mahkota. (TIM)