Iklan

Zainuddin Yasin
Senin 04 2023, September 04, 2023 WIB
Last Updated 2023-09-05T16:26:54Z
BeritaBerita BulelengPura Puseh Desa Tingarsari

Intip Konflik Pemugaran Pura Puseh Desa Adat Tinggarsari

Advertisement

 




Buleleng (Kabarnetizens.com)

Adanya penolakan oleh sejumlah warga yang menolak rencana pemugaran Pura Puseh Desa Tingarsari, Bendesa Adat Tingarsari, Drs. EC. Ketut Budiartha memberikan tanggapannya seusai melaksanakan paruman bersama panitia pembangunan Pura Puseh Desa di Pura Puseh Desa Tinggarsari pada hari sabtu, 2 september 2023, pukul 11.00 wita.


Sebagaimana diketahui, Aksi penolakan pembangunan Pura Puseh Desa yang digagas oleh Bendesa Adat Tinggarsari, Drs. EC. Ketut Budiartha ditunjukkan dengan pemasangan baliho di beberapa lokasi, diantaranya, dipasang di depan rumah Ketut Suparto, (Depan Pura Puseh Desa). di depan warung De Bayu (Dekat Balai Banjar Sudamukti). di pertigaan Pura Subak kapas Jawa, dan di depan Sanggah Dadya Dalem Segening, pada Sabtu, 26 Agustus 2023.


Setelah menggelar paruman bersama panitia pembangunan Pura Puseh, Bendesa Adat didampingi pihak Panitia Pembangunan menyampaikan bahwa pemugaran Pura Puseh Desa atas ide dan keinginan sebagian besar dari krama Desa Adat Tinggarsari.


"Pembangunan Pura ini merupakan ide, keinginan dari Krama Desa secara keseluruhan saat saya diminta untuk ngayah di Desa sebagai Bendesa", kata Bendesa Adat, Ketut Budiatha kepada awak media.


Bendesa menyampaikan saat adanya pemilihan Bendesa, oleh Panitia, calon Bendesa agar membuat Visi Misi Bendesa kedepan ketika terpilih.


"Saya membuat Visi Misi untuk membangun Pura Desa Bale Agung dan Puseh. Nah kenapa saya setuju fokus ke Pembangunan Pura Desa Bale Agung dan Puseh, pertama karena secara fisik Pura Desa Bale Agung dan Puseh puniki sudah sangat memprihatinkan. Kedua  dari tuntutan upacara, menurut penglingsir- penglingsir Krama adat Desa Tinggarsari sudah sekian puluh tahun belum pernah melaksanakan upacara yang namanya  ngenteg linggih dan musaba Desa musaba dini. Atas dasar itulah kemudian ketika saya terpilih sebagai Bendesa kami melakukan konsulidasi dengan krama Desa untuk merencanakan pembangunan Pura Desa Bale Agung dan Puseh", Bebernya.


Menurut Bendesa, jauh sebelumnya pihaknya sudah sempat mendatangkan narasumber dari PHDI Provinsi Bali untuk memohon tuntunan terkait tatanan  atau struktur konsep Kahyangan tiga yang ada. Dan atas masukan narasumber yang disaksikan oleh Krama Desa dalam paruman Desa Adat yang pertama, narasumber sudah memberikan referensi tentang konsep Kahyangan tiga yang semestinya diterapkan.


"Sesuai dengan Perda dan Awig-awig Desa Adat Tinggarsari, ketika prajuru melaksanakan paruman ketiga belum dapat diambil keputusan, maka sesuai dengan amanah  Awig-awig Desa Adat Tinggarsari, prajuru Adat diberikan kewenangan untuk memutuskan, saya pertegas, untuk mengambil keputusan sesuai dengan pemahaman prajuru mengacu kepada tuntunan sastra dan  refrensi narasumber", tegas Bendesa.


Bahkan dirinya dengan tegas mengatakan akan tetap melanjutkan rencana pemugaran Pura Puseh Desa.


"Kalau tidak kita putuskan, nanti kita prajuru salah, melanggar Awig-awig. Makanya tetap kita putuskan dan kembali tiap kegiatan apapun berkaitan dengan proses pembangunan, kita selalu mengundang pemangku Kahyangan tiga, dan perlu saya sampaikan disini bahwa sebetulnya hanya segelintir krama yang tidak setuju, jadi itu hal biasa karena tidak setuju dalam hal pendapat tapi kembali keputusan harus tetap diambil mengikuti aspirasi masyarakat banyak", pungkas Bendesa Adat Tinggarsari, Drs. EC. Ketut Budiartha.


Sementara, ketua Panitia Pembangunan Pura, Jro Mangku Ketut Perbawa mengatakan dirinya mau menjadi ketua panitia karena ditunjuk berdasarkan musyawarah dan juga bagian dari pengabdian kepada Desa Adat. Sedangkan menanggapi adanya penolakan dari sejumlah warga, dirinya mengatakan itu adalah bagian dari Demokrasi.


"Apa salahnya saya berbuat baik dan mengabdi untuk Desa Adat. Masalah adanya ketidaksetujuan dari beberapa orang, kita selalu menganggap saudara, tidak ada rasa perselisihan, tidak  ada rasa permusuhan, itu wajar-wajar saja karena didalam azas Demokrasi orang yang tidak setuju kita hargai, dan yang setuju dihargai sehingga melihat dari kapasitas yang setuju lebih banyak sehingga pembangunan ini dilanjutkan", pungkas Mangku Perbawa dengan Deplomatis. 


Disisi lain, Dikonfirmasi awak media terkait adanya penolakan pembangunan Pura Puseh Desa, Perbekel Desa Tinggarsari tidak menampik adanya penolakan yang dilakukan oleh sejumlah warganya. 


Bahkan iapun kecewa atas rencana pemugaran Pura karena menurutnya justru akan menghilangkan sejarah dan merubah Dresta yang sudah berjalan secara turun-temurun.


"Jujur, saya sudah umur 64 Tahun sekarang, tidak pernah dari Bendesa- Bendesa yang lama mempunyai rencana seperti ini", ujar Samiasa.


Terkait penolakan oleh warga menurutnya hal yang wajar karena ingin mempertahanka keAjeggan Dresta di Desa Tinggarsari.


"Pelinggih - Pelinggih yang sudah ada di Pura Puseh Desa Bale Agung itu rencananya mau dihilangkan, istilahnya diprelina dan diganti dengan jajaran Pelinggih yang baru", ucapnya menggeluh. 


"Ini adalah pemberian leluhur kami dari ratusan tahun, makanya kami ingin melestarikan apa yang sudah diberikan oleh leluhur kami, itu yang kami tetap ajegkan", imbuhnya 


Sementara, Mangku Made Kundi Ambarayasa, pemangku Merajan Suwun Arya Tegeh Kora, salah satu dari yang paling getol menolak malah mempertanyakan bangunan yang akan di bangun.


"Saya mengkaji dari kata-kata pak Bendesa, saya sudah punya Pura Puseh Desa yang  diwariskan oleh leluhur-leluhur kami di Desa Tinggarsari. Sekarang membangunnya, bangun apa?", Tanyanya 


Bahkan dirinya juga mengatakan sempat bertanya kepada Bendesa tentang gambar Pura yang akan dibangun saat dilakukan paruman agung.


"Yangmana dipakai dasar untuk membangun?, Dari itu Pak Bendesa tidak bisa menjawab, antara dua gambar itu. Kemudian setelah saya kaji dua gambar disana, ternyata tidak sesuai dengan tatanan Pelinggih yang ada. Tatanan Pelinggih yang telah ada itu tidak sesuai, kalau tidak sesuai dengan tatanan, berarti ini kan sudah beda, mengubah tatanan dia", ungkap Mangku Made Kundi.


Mangku Pundi pun mengkritisi Bendesa Adat yang selalu memberikan pernyataan berdasarkan sastra.


"Dia dalam rapat selalu berdasarkan sastra, tetapi dari pihak saya tidak pernah tahu sastra yang mana, paling-paling kalau tidak salah keputusan PHDI di Kabupaten Karangasem kalau tidak salah yang Tahun 74. Itu sistem untuk membentuk Pura Puseh Desa yang baru, bukan yang lama. Mungkin itu yang dipakai oleh mereka dari Bendesa, Kalau itu dipakai sudah nyaplir pak", beber mangku kundi dengan semangat berapi-api.

Sedangkan pengempon Pura Puseh Desa, Mangku Gede Artawa, dirinya berharap Bendesa Adat membatalkan pembangunan Pura Puseh Desa Tinggarsari. Titiang selaku Pengempon Pura Puseh Desa, tiang tetap optimis nike menolak tetujun Jro Bendesa, poin ne nike ngicalang salah satu Pelinggih ring jajaran linggih sane sampun Wenten", ucapnya Jro Mangku Gede Artawa  (Yasin_netizens).